Berburu Bahagia di Kampung Mangrove Cengkrong Trenggalek
KANGIZZA - Selamat malam sob. Semoga kalian selalu dilimpahi keberkahan dalam menjalankan aktivitas. Setelah perkenalan narsis saya pada artikel sebelumnya — kali ini saya akan berbagi cerita kepada kalian mengenai perjalanan saya dan teman-teman “rasan-rasan” dalam “berburu bahagia” yang kebetulan pilihannya jatuh ke Kampung Mangrove Cengkrong Trenggalek.
“Rasan-rasan” yang dimaksudkan di sini adalah sebuah group kultural saya dan beberapa teman-teman yang awalnya dibentuk untuk memudahkan kami berkomunikasi dalam rangka mengawal perjalanan organisasi kami IPNU-IPPNU di Kecamatan Durenan. Kira-kira group ini saya bentuk 2 tahun yang lalu yakni pada tahun 2015. Ketika ada persoalan organisasi yang sekiranya sangat urgen untuk didiskusikan tanpa harus diketahui kader dan anggota yang lain, maka group rasan-rasan inilah yang menjadi wadah untuk mencari solusi. Singkat cerita — karena seringnya kami berkomunikasi dan kongkow-kongkow bareng membuat kebersamaan kami semakin mengkristal dan berlanjut sampai detik ini — meskipun proses kami berorganisasi di IPNU-IPPNU Durenan sudah rampung.
Agenda “berburu bahagia” ini sebenarnya merupakan buah dari agenda kumpul-kumpul yang selalu tertunda sejak bulan puasa kemarin karena kesibukan masing-masing. Dan alhamdulillah pada hari selasa, 11 Juli 2017 momen yang ditunggu-ditunggu dapat terwujud. Selain dalam rangka liburan — agenda kami sebenarnya juga dalam rangka merayakan suksesnya kegiatan regenerasi kepengurusan IPNU-IPPNU di Durenan. Oleh karena itu, untuk sedikit merefresh fikiran dan hati — kami berlibur bersama — “berburu bahagia” ke Kampung Mangrove Cengkrong Trenggalek.
Agar waktu bahagianya lebih lama — sebelumnya kami sepakat untuk berangkat dari rumah pukul 09.00 WIB, namun karena suatu hal yang lagi-lagi tidak perlu saya jelaskan, hihihi — keberangkatan kami molor hingga satu jam dan akhirnya memaksa kami berangkat pukul 10.00 WIB. perjalanan dari Durenan sampai ke lokasi Kampung Mangrove Cengkrong ini memakan waktu sekitar satu jam.
Kami bersama-sama menyusuri setiap jalan jembatan yang terlihat seperti membelah hamparan tanaman mangrove yang rimbun nan ijo royo-royo. Mengingat karena rombongan ini didominasi oleh kaum “penganut narsisme” maka setiap ayunan langkah kaki tidak terlewatkan dari yang namanya foto grufi maupun selfi. Sekali lagi saya tegaskan — saya cuma korban yang diajak ikut-ikutan, hahahahag. pada saat itu cuaca agak panas, akhirnya kami berhenti di gazebu yang berada di salah satu ujung jembatan wisata Kampung Mangrove. Sembari beristirahat — kami menikmati pemandangan alam dan segala isinya. Apa isinya? Isinya anak-anak pacaran. Ya dinikmati saja meskipun sambil gremeng-gremeng “sujokno dolan mrene maeng karo gowo mercon”.
Setelah keluar dari area wisata kami melaksanakan sholat dhuhur dan acara “berburu bahagia” dilanjutkan dengan makan bersama di salah satu warung makan di pinggiran Pantai Cengkrong. Di sini kami memesan beberapa menu seperti ikan tuna bakar, nasi pecel dan beberapa minuman dingin. Biasanya harga-harga makanan dan minuman di tempat wisata cenderung mahal, namun di warung yang saya dan teman-teman singgahi ini cukup terjangkau — ikan tongkol bakar dengan ukuran lumayan besar lengkap dengan nasi hangat hanya dihargai 25k, nasi pecel 8k, dan minuman dingin seperti es teh dan semacamnya hanya 3k - 4k, jadi tidak terlalu menguras kantong.
Refleksi
“Berburu Bahagia” di Pantai Cengkrong ini sebenarnya masih berlanjut, namun berhubung ndleming saya melalui artikel ini dirasa sudah cukup panjang dan mungkin sudah membosankan, maka agar rasa bosannya tidak berkelanjutan akan segera saya tutup. Dari pengalaman ini ada beberapa hal yang dapat saya jadikan bahan refleksi,
Semoga artikel berbagi cerita ini dapat bermanfaat bagi kalian semua. Nantikan artikel-artikel berikutnya — tetap standby di blog KANGIZZA.
- Bahwa dalam menjalankan roda organisasi tidak cukup dengan pendekatan legal-formal-strukturalistik semata, namun perlu adanya penguatan suasana kultural sehingga membuat ada ikatan yang lebih erat di dalam setiap insan penggerak organisasi.
- Bahwa bahagia tidak selalu diidentikkan dengan memiliki pasangan, bersama dengan sahabat pun kebahagiaan dapat diperoleh, artinya bahagia itu ada di dalam hati dan tergantung bagaimana cara memanajemennya.
- Bahwa berorganisasi dapat memberikan pengalaman dan kebermanfaatan lebih bagi siapa saja yang aktif di dalamnya, yang pasti — silaturahim yang terbangun ketika masih berproses di dalam organisasi akan berlanjut sampai kapanpun.
- Bahwa menulis menjadi salah satu wahana tepat untuk mengkristalkan pengalaman berharga sepanjang hayat.
- Bahwa jika ada rencana untuk berlibur — pastikan sarapan terlebih dulu sebelum berangkat.
Semoga artikel berbagi cerita ini dapat bermanfaat bagi kalian semua. Nantikan artikel-artikel berikutnya — tetap standby di blog KANGIZZA.