Baju Lebaran! Sebagai Simbol Kemenangan atau Kemapanan?
KANGIZZA - Lebaran tinggal beberapa hari lagi nih, Sudah beli baju lebaran belum? Atau cukup pakai baju yang lama? mumpung ada promo spesial lebaran lho ya, apa kamu nggak tergoda?.
Bagi orang tua, membelikan baju lebaran untuk anak sudah menjadi kewajiban tambahan setiap tahunnya. Ada kebahagiaan tersendiri ketika melihat senyum wajah anak ketika mencoba pakaian yang baru saja dibeli.
Admin sendiri waktu kecil juga pernah merasakannya. Ada perasaan senang dan bangga, serasa terbayar sudah perjuangan selama satu bulan berpuasa. Bahkan saking senangnya, setelah selesai acara malam takbiran langsung pulang dan tidur sambil memeluk baju lebaran baru yang bakal dipakai esok hari di hari raya Idul Fitri.
Alasan Kamu Harus Belikan Anak Baju Baru
Ada beberapa hal yang membuat orang tua melakukan apa saja demi mempersembahkan baju lebaran untuk buah hati tercintanya.
1. Faktor psikologis anak
Adakalanya orangtua melarang anaknya untuk tidak menikmati es krim, dengan alasan agar tidak sakit flu atau batuk. Namun coba kamu bayangkan ketika suatu sore sang anak berkumpul dengan teman-temannya sambil menikmati es krim dan dia hanya bisa melihat dengan tatapan mata penuh harap. Apa kemungkinan yang orang tua bisa lakukan?
Membiarkan sang anak tetap seperti itu untuk melatih disiplin, memanggil pulang sang anak sebagai upaya untuk menyelamatkan? Atau pilihan yang terakhir yaitu membelikan sang anak es krim karena kasihan?
Pilihan-pilihan itulah yang juga kerap kali muncul di saat jelang lebaran.
2. Status sosial
Sudah tak asing lagi jika baju lebaran menjadi salah satu ukuran status sosial, iya kan?. Bukan hanya dilihat dari modelnya seperti apa?. harganya seberapa mahal?. merk nya seberapa terkenal?. Sampai berapa jumlah baju yang di beli.
Terkadang para orangtua sedikit memaksakan diri untuk membeli baju yang hampir sama dengan teman-temannya, sambil mencari harga yang terjangkau meskipun merknya tidak sama, tetapi model dan warnanya tidak boleh jauh berbeda.
Sambil berharap, semoga sang anak tidak menyadarinya, tidak merasa berbeda dan tersisihkan dari teman sepermainan. Ya meskipun terkadang sang anak tidak pernah memikirkannya, asalkan ada baju baru juga sudah senang.
3. Status sebagai orangtua
Sudah menjadi hal yang umum jika perkembangan teknologi semakin menjauhkan anak dari orangtuanya, apalagi di masa pandemi seperti ini yang mengharuskan anak belajar dari rumah.
Banyak orang tua yang tidak paham dengan pelajaran sang anak sehingga menyerahkan semuanya kepada anak dan gawai pintarnya yang membuat lebih tergantung pada ponsel dibandingkan peran orang tua. Oleh karena itu orang tua bisa menambal peran yang sempat kosong dengan membelikan baju lebaran agar hubungan antara orangtua dan anak tetap terjaga.
Hal ini tidak terlepas dari pemikiran sang anak bahwa baju baru itu adalah simbol merayakan hari lebaran. Sedangkan bagi orangtua, membelikan baju lebaran untuk anak adalah simbol kemapanan.
Bukan hanya soal baju baru, lebaran juga dimanifestasikan ke dalam bentuk lain, seperti cat rumah baru, ponsel baru, motor baru, mobil baru, pacar baru, istri baru dan semua hal yang baru lainnya.
Pada masyarakat dengan budaya ketimuran seperti indonesia ini, seseorang akan dilihat melalui apa yang dimilikinya seperti motor baru, baju baru dan semua yang berhubungan dengan material. Berbeda dengan masyarakat individualis yang mana ketika melihat seseorang itu berdasarkan kemampuannya.
Tak heran jika menjelang lebaran, pasar ramai dikunjungi, toko emas banyak orang yang antri, mobil dan motor bekas juga laris manis diburu. Karena ini memang menjadi suatu kebutuhan penting yang harus dimiliki oleh masyarakat kita. Kebutuhan simbolik yang bisa menyatakan bahwa saya ada di kelompok sosial tertentu.
Berbanding lurus dengan meningkatnya kebutuhan jelang lebaran ternyata meningkat juga aksi kejahatan. Banyak orang yang rela berbuat apa saja demi memenuhi kebutuhan akan strata sosial. Sangat miris sekali.
Tidak hanya itu saja, baju lebaran juga bisa dijadikan simbol keberhasilan karir seseorang. Hal ini bisa dirasakan oleh orang-orang yang sudah lama merantau di negeri orang. Cukup aneh sih kedengarannya, tapi ya memang begitulah adanya.
Bisa dibayangkan ketika sampai di kampung halaman yang akan dinilai pertama kali tentu penampilannya dong. Apa jadinya jika orang yang sudah lama merantau kemudian pulang dengan memakai baju yang tampak kusut? Nggak banget.
Maka tidak penting apapun profesi seseorang ketika di perantauan, yang penting ketika mudik harus memakai pakaian yang keren, necis dan pakaian dengan brand yang ternama.
Sampai disini setidaknya kita harus bisa sedikit demi sedikit mengubah pandangan orang tentang baju lebaran. Tak perlulah kiranya memaksakan untuk membeli baju baru jika belum mampu. Cukuplah memakai pakaian yang baik, rapi, bersih dan terbaik yang kita miliki, sebab pada dasarnya tidak ada kaidah fiqh saat lebaran harus memakai baju baru.
Begitulah kura-kura.